Nasional

Serikat Pekerja Protes Soal Kebijakan Kemasan Rokok Polos, Kemenaker Ingatkan Dampak Negatif Regulasi

15 jam yang lalu
Serikat pekerja protes kebijakan kemasan rokok polos tanpa merk, Kemenaker RI ingatkan dampak negatif kebijakan tersebut. (Istimewa)

Radarsuara.com - Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang diatur dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, memicu gelombang protes dari berbagai kalangan, termasuk serikat pekerja.

Kebijakan yang digagas oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, ini dinilai akan mengancam kelangsungan industri hasil tembakau dan nasib para pekerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, menyampaikan ketidakpuasan atas regulasi ini. Menurutnya, serikat pekerja tidak dilibatkan dalam perumusan PP 28/2024 dan RPMK yang berisiko besar terhadap industri terkait.

Dalam sebuah diskusi di Bogor, Selasa (24/9), ia menegaskan bahwa banyak pasal dalam aturan ini, terutama yang terkait zat adiktif, akan merugikan ekosistem pertembakauan dan mengancam mata pencaharian para buruh.

“Kami merasa hak-hak kami sebagai pekerja tidak dilindungi. Pemerintah justru mendorong kebijakan yang mengancam industri yang menjadi sumber nafkah bagi banyak orang,” ujar Sudarto. 

Ia juga menambahkan bahwa protes yang diajukan secara tertulis ke Kementerian Kesehatan melalui situs partisipasisehat menghadapi kendala teknis, namun serikat pekerja tetap berusaha menyuarakan penolakan terhadap PP 28/2024 dan RPMK kemasan polos tanpa merek.

Sudarto menyoroti bahwa kebijakan ini menunjukkan ketidakpedulian pemerintah terhadap dampak ekonomi yang akan ditimbulkan, terutama pada sektor ketenagakerjaan. 

"Jika kebijakan ini diterapkan, banyak buruh yang akan kehilangan pekerjaan," tegasnya.

Ia juga berharap Kementerian Kesehatan dapat bekerja sama lebih baik dengan kementerian lain, seperti Kementerian Ketenagakerjaan, untuk menciptakan regulasi yang lebih seimbang dan tidak merugikan pekerja.

Selain serikat pekerja, Kementerian Ketenagakerjaan melalui Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos), Indah Anggoro Putri, juga mengkritik kebijakan tersebut. 

Menurutnya, regulasi yang terlalu restriktif seperti kemasan polos rokok dan zonasi penjualan produk tembakau dapat menurunkan kesejahteraan buruh serta memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

“Kami mendukung perbaikan sistem kesehatan, namun regulasi juga harus mempertimbangkan keberlangsungan tenaga kerja. Kebijakan ekstrim seperti ini bisa memicu gelombang PHK dan belum tentu efektif menjawab tantangan kesehatan,” kata Indah. 

Ia mendesak Kementerian Kesehatan untuk meninjau kembali pasal-pasal bermasalah dalam PP 28/2024 dan RPMK serta membuka ruang dialog dengan pihak yang terdampak.

Serikat pekerja dan Kementerian Ketenagakerjaan sepakat bahwa pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan ini agar tidak menjadi bencana bagi sektor ketenagakerjaan. 

Jika tuntutan tersebut tidak didengar, Sudarto menyatakan bahwa serikat pekerja siap melakukan aksi demonstrasi sebagai langkah lanjutan untuk memperjuangkan hak-hak buruh.

Editor: Mahipal

Komentar

You must login to comment...