Nasional

Walhi Soroti Risiko dari Rencana Pembukaan 20 Juta Hektar Hutan untuk Proyek Pangan dan Energi

Tuesday, 17 June 2025 11:37 WIB
"Ilustrasi" Walhi soroti risiko rencana pembukaan 20 juta hektar hutan untuk proyek pangan. (Foto: iStockphoto)

Radarsuara.com -Kelompok masyarakat sipil menyatakan penolakan terhadap rencana pemerintah membuka 20 juta hektar hutan untuk kebutuhan pangan dan energi. 

Dalam briefing paper yang disusun, mereka menilai proyek ini berpotensi menjadi bentuk legalisasi deforestasi terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

“Pangan dan energi adalah kebutuhan dasar seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Sehingga pangan dan energi seyogyanya diletakkan dalam bingkai hak, bukan bisnis,” tulis Walhi dalam briefing paper-nya, dikutip Selasa, 17 Juni 2025.

Mereka menegaskan bahwa pendekatan food estate dan energy estate hanya akan menjadikan rakyat dan alam sebagai komoditas yang terus dieksploitasi.

Swasembada pangan dan energi, menurut mereka, seharusnya ditempatkan dalam kerangka perlindungan hak dan martabat seluruh individu, bukan sekadar proyek bisnis.

Disebutkan pula bahwa jika 4,5 juta hektar hutan alam dibuka dapat melepaskan sekitar 2,59 miliar ton emisi karbon, maka pembukaan 20 juta hektar hutan akan menimbulkan dampak emisi yang jauh lebih besar. 

Hal ini dinilai bertentangan dengan komitmen global Indonesia, termasuk dalam kerangka Nationally Determined Contributions (NDC), Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), dan kebijakan nasional FoLU Net Sink 2030.

Selain dampak lingkungan, proyek ini diprediksi akan meningkatkan konflik agraria dan bencana ekologis. 

“Selama ini rakyat terus menjadi korban kriminalisasi saat konflik agraria berlangsung,” lanjut isi briefing paper tersebut. 

Data mencatat, dari tahun 2015 hingga 2022, negara mengalami kerugian mencapai Rp101,2 triliun akibat bencana hidrometeorologi yang diakibatkan oleh perubahan lanskap hutan. Jika proyek ini dijalankan, diperkirakan kerugian negara akan mencapai Rp3.000 triliun akibat hilangnya tegakan pohon.

Tak hanya itu, kelompok masyarakat sipil juga memperingatkan potensi pelanggaran hak asasi manusia berat melalui eksklusi paksa terhadap masyarakat lokal dan adat.

Risiko ini semakin tinggi jika proyek pembukaan hutan tersebut nantinya ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). 

Mereka menilai, selama ini proses pengambilan keputusan PSN mengabaikan hak masyarakat lokal atas informasi dan partisipasi dalam pembangunan.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, masyarakat sipil menegaskan bahwa rencana pembukaan 20 juta hektar hutan untuk pangan dan energi bertentangan dengan prinsip keadilan sosial, kelestarian lingkungan, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Editor: Mahipal

 

Komentar

You must login to comment...