DPR Minta Prabowo Konsisten Cabut Izin Tambang di Raja Ampat, Jangan Cuma Karena Viral
Wednesday, 11 June 2025 20:38 WIB
Evita Nursanty, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI. (Foto: Situs Resmi DPR RI)
Radarsuara.com - Evita Nursanty, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, menyambut baik pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan di Raja Ampat oleh Presiden Prabowo Subianto.
Namun, ia mengingatkan pemerintah agar tetap konsisten dan tidak hanya bersikap reaktif saat isu tambang menjadi sorotan publik.
“Jangan sampai nanti kalau sudah reda, aktivitas tambang berjalan lagi,” tegas Evita dalam pernyataan resminya di Senayan, Jakarta, Rabu 11 Juni 2025.
Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu juga menuntut pertanggungjawaban dari perusahaan-perusahaan yang izinnya dicabut.
Ia menekankan pentingnya upaya pemulihan lingkungan, termasuk penghijauan kembali dan pemulihan kawasan konservasi yang telah rusak akibat aktivitas tambang.
Sebelumnya, Pemerintah melalui arahan Presiden Prabowo resmi mencabut IUP empat perusahaan tambang di pulau-pulau kecil Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Satu perusahaan lainnya, PT GAG Nikel, tidak dicabut izinnya karena dinilai mematuhi aturan lingkungan dan tata kelola limbah berdasarkan hasil evaluasi Amdal.
Pencabutan izin ini dilakukan karena sejumlah pelanggaran, termasuk kegiatan di kawasan konservasi dan geopark yang seharusnya dilindungi. Evita menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah dalam pemberian izin tambang, terutama di wilayah-wilayah sensitif seperti Pulau Kawe dan Pulau Manuran.
Menurutnya, langkah hilirisasi mineral nasional harus sejalan dengan perlindungan aset strategis jangka panjang seperti lingkungan dan pariwisata. Ia menilai, membiarkan tambang beroperasi di kawasan Raja Ampat adalah tindakan kontraproduktif.
“Indonesia jualan hilirisasi di forum-forum internasional, tapi di lapangan justru menambang di tempat yang mestinya kita jaga mati-matian. Ini bukan cuma kelalaian, tapi langkah yang tidak tepat,” ujar Evita.
Berdasarkan laporan Greenpeace, aktivitas tambang nikel di tiga pulau kecil Raja Ampat telah merusak lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami. Evita menegaskan bahwa kerusakan ini mengancam masa depan pariwisata dunia yang telah terbukti memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat lokal.
“Raja Ampat bukan cuma kebanggaan Papua, tapi brand internasional yang nilainya jauh lebih besar dari sekadar ekspor feronikel,” katanya.
Evita juga mengkritik pendekatan pemerintah yang dinilai terlalu memaksakan industrialisasi tambang tanpa mempertimbangkan dampak terhadap ekosistem. Ia mengingatkan bahwa pariwisata Raja Ampat pernah menyumbang sekitar 15 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), yakni lebih dari Rp 7 miliar pada 2020, bahkan di tengah pandemi.
“Kalau kita ukur jujur, berapa banyak devisa dari retribusi wisata, homestay lokal, dan kunjungan turis asing? Jangan dipertaruhkan demi proyek tambang yang bisa jadi hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu,” pungkasnya.
Editor: Mahipal
Komentar
You must login to comment...Be the first comment...

Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
1134/DP-Verifikasi/K/X/2023
Berita Terpopuler

Didampingi Mentan Amran, Presiden Prabowo Pimpin Panen Raya Jagung Di Kalbar
Thursday, 05 June 2025 21:09 WIB
Greenpeace dan Pemuda Papua Protes Tambang Nikel: 'Selamatkan Raja Ampat!'
Wednesday, 04 June 2025 08:59 WIB
Tidak Ada Kompromi, Mentan Amran Pecat Pejabat Yang Main Proyek dan Salahgunakan Wewenang
Tuesday, 03 June 2025 22:37 WIB
Siap Swasembada Pangan, Lewat Ngobras Kementan Jabarkan Intensitas Penggunaan Lahan Pertanian
Tuesday, 03 June 2025 22:34 WIB