Pertanian dan Peternakan

Mengenal Pertanian Regeneratif: Solusi Ketahanan Pangan dan Pembangunan Berkelanjutan

Saturday, 20 July 2024 09:33 WIB
"Ilustrasi" Pertanian regeneratif sebagai solusi ketahanan pangan dan pembangunan berkelanjutan. (Foto: pixabay.com/ignartonosbg)

Radarsuara.com - Pertanian regeneratif merupakan pendekatan baru dalam pertanian yang mengutamakan pemulihan dan peningkatan kesehatan tanah, keanekaragaman hayati, serta keberlanjutan lingkungan. Metode ini bertujuan untuk mengatasi dampak negatif dari praktik pertanian konvensional yang sering kali menyebabkan degradasi tanah dan kerusakan ekosistem. 

Pendekatan pertanian regeneratif melibatkan penggunaan teknik-teknik seperti rotasi tanaman, pengelolaan lahan tanpa olah tanah (no-till farming), penggunaan pupuk alami, dan agroforestri. Teknik-teknik ini tidak hanya membantu meningkatkan kesuburan tanah, tetapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan retensi air di tanah, dan memulihkan habitat bagi flora dan fauna lokal. Dengan demikian, pertanian regeneratif mampu memberikan solusi holistik untuk tantangan ketahanan pangan dan perubahan iklim.

Dalam konteks global, praktik pertanian regeneratif telah mendapatkan perhatian lebih besar karena kemampuannya untuk menangani isu-isu lingkungan yang mendesak. 

Negara-negara di seluruh dunia mulai mengadopsi pendekatan ini untuk mendukung keberlanjutan pangan dan melindungi ekosistem alam mereka. Di Indonesia, upaya ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan pelaku industri pertanian.

Pertanian regeneratif juga tengah disoroti oleh pemerintah Indonesia. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyoroti isu triple planetary crisis yang telah menjadi perhatian global dan memerlukan solusi inovatif dan berkelanjutan. 

Suharso menggarisbawahi peran penting praktik pertanian regeneratif dalam memulihkan kesehatan tanah, meningkatkan kualitas lingkungan, dan mendukung ketahanan pangan.

"Mengenai krisis yang kita hadapi di Indonesia dan banyak negara lainnya, yaitu triple planetary crisis, yang meliputi perubahan iklim, peningkatan polusi dan degradasi lahan, serta hilangnya keanekaragaman hayati," ujarnya dikutip pada Sabtu, 20 Juli 2024.

Pernyataan itu disampaikan Menteri Suharso dalam acara Expert Group Meeting (EGM) di Bogor. Sektor pertanian menjadi fokus utama karena sektor ini paling terdampak oleh perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati. 

Di sisi lain, sektor pertanian juga bisa menjadi penyebab masalah lingkungan jika tidak dikelola dengan bijak. 

"Perubahan iklim jelas berdampak dan mengancam sektor pertanian. Ekstremitas curah hujan, kemarau yang berkepanjangan, peningkatan suhu rata-rata global, kenaikan muka air laut, serta tingginya potensi bencana alam memperbesar risiko yang dihadapi sektor pertanian," jelas Menteri Suharso.

Menteri Suharso juga memaparkan data dari Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) yang dilakukan Badan Pusat Statistik pada 2021, yang menunjukkan tingkat ketidakberlanjutan yang tinggi dalam sektor pertanian Indonesia. Beliau mendorong adopsi pertanian regeneratif sebagai solusi yang menjanjikan untuk mengatasi krisis lingkungan dan mencapai pembangunan berkelanjutan.
 
"Regulasi kita, melalui UU Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, mengamanatkan pendekatan agroekosistem dan prinsip pertanian konservasi yang sejalan dengan prinsip-prinsip pertanian regeneratif untuk menjaga kesehatan tanah kita secara berkelanjutan," pungkasnya.

Pemerintah Indonesia berkomitmen mencapai pembangunan berkelanjutan dan memenuhi komitmen internasional terkait pengelolaan lingkungan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, pemerintah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri atau 43,20 persen dengan dukungan internasional.

Penulis: Mahipal 

Komentar

You must login to comment...