Nasional

Pakar Akuntansi Angkat Bicara Soal Skandal Uang Palsu di UIN Alauddin Makassar

Thursday, 26 December 2024 20:41 WIB
"Ilustrasi" uang palsu. (Foto: iStockphoto)

Radarsuara.com - Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Gowa, Sulawesi Selatan, menjadi sorotan publik setelah ditemukan 17 tersangka sindikat pembuatan dan penyebaran uang palsu yang telah beroperasi sejak 2010.

Kasus ini bermula dari laporan masyarakat mengenai uang palsu yang beredar. Penyelidikan polisi mengungkap bahwa pembuatan uang palsu dilakukan di lobi perpustakaan kampus, menggunakan alat produksi seberat lebih dari dua ton.

Dari 17 tersangka, tiga di antaranya masih dalam pencarian (DPO). Mereka berasal dari berbagai latar belakang, termasuk dosen dan pegawai bank BUMN. Pakar akuntansi dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr. Imelda Dian Rahmawati, SE, Ak, MAk, mengomentari kasus tersebut.

“Perpustakaan yang mempunyai fungsi edukasi, sumber informasi, penunjang riset, publikasi, dan lainnya, menjadi sorotan berbagai pihak karena kasus tersebut,” ujar Dr. Imel.

Ia juga menilai, tindakan ini mencoreng dunia pendidikan tinggi. Menurutnya, meskipun pembuatan uang palsu terlihat rumit, bahan pembuatan uang asli seperti kertas khusus, tinta, dan benang identifikasi tidak dijual bebas.

“Jika kedua uang kertas yang asli dan palsu dibandingkan langsung, apalagi menggunakan kaca pembesar atau orang yang ahli dan terbiasa memegang uang seperti teller bank, pasti ketahuan,” jelasnya.

Dr. Imel memaparkan beberapa ciri untuk mengenali uang palsu. Ia menyebutkan metode identifikasi dengan 3D: dilihat, diraba, dan diterawang. Selain itu, penggunaan alat bantu seperti sinar UV dapat mempermudah. Uang asli akan memendar dalam beberapa warna dan menunjukkan motif tertentu.

Ia menambahkan, kasus ini merugikan negara, terutama dalam sektor ekonomi. “Peredaran uang palsu ini bisa meningkatkan risiko terjadinya inflasi karena banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat,” ungkap Dr. Imel.

Selain itu, uang palsu juga berpotensi mendukung kejahatan terorganisasi, seperti pencucian uang, pembalakan liar, dan perdagangan manusia.

Kasus ini diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UU Mata Uang yang menyebutkan bahwa pelaku pemalsuan rupiah diancam pidana penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

Dr. Imel menjelaskan bahwa sistem keuangan Umsida telah menerapkan transaksi cashless, sehingga lebih aman dari peredaran uang palsu.

“Tidak ada transaksi tunai yang dijalankan. Pembayaran UKT mahasiswa melalui jaringan perbankan, begitu juga dengan operasional unit kerja, semuanya dijalankan dengan sistem informasi keuangan yang bekerja sama dengan mitra perbankan,” jelasnya.

Ia juga memberikan pesan kepada masyarakat untuk lebih waspada. Jika menemukan uang palsu, masyarakat diminta segera melapor ke pihak berwenang dan mencatat ciri-ciri pemberi uang.

“Jika menerima uang palsu, segera laporkan ke pihak berwenang. Dan jika memungkinkan, hindari mengembalikannya kepada orang yang memberikannya,” tegas Dr. Imel.

Editor: Mahipal

Komentar

You must login to comment...

RadarSuara Logo

Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
1134/DP-Verifikasi/K/X/2023