Hal itulah yang sudah ditekuni Widodo, warga Kecamatan Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat. Disebuah rumah kontrakan berukuran 8X12, dirinya melalukan budidaya burung puyuh, dan kini sudah mulai menghasilan telur dan disuplay ke beberapa tempat pemesan.
"Telornya saya kirim ke pasar sekitar Kebayoran Lama dan Pal Merah,” kata Widodo.
Keseriusan Widodo beternak burung puyuh sudah termasuk sukses untuk ukuran usaha kecil dan menengah (UKM). Sebab selain di Depok, Widodo juga memiliki ternak di Kota Salatiga (Jawa Tengah) dan Madiun (Jawa Timur) dan dikelola saudaranya.
Dia menjelaskan, bahwa dari satu lokasi ternak bisa mencapai 5.000 burung dan per hari menghasilkan antara 70-80 persen telur. Artinya, per hari satu tempat ternaknya menghasilkan antara 3.500-4.000 butir telur puyuh.
Sehingga, untuk dua tempat per hari ternak puyuh miliknya menghasilkan antara 7.000-8.000 butir telur dan seminggu sekali telurnya dikirim ke penampungan usaha telur puyuhnya di Depok.
Lalu, dari Depok di distribusikan ke para pedagang di pasar-pasar tradisional di Jakarta dan sekitarnya. Karena tidak melalui mata rantai yang panjang dalam distribusi, sehingga hitungan keuntungan cukup lumayan besar.
“Alhamdulillah, karena ini dari peternakan sendiri dan dijual langsung ke konsumen jadi keuntungan lebih besar, beda halnya kalau ngambil dari pengepul,” tuturnya.
Untuk pakan, Widodo masih mengandalkan pakan pabrikan dengan alasan belum bisa meramu pakan sendiri. Tetapi kalau untuk bibit dia sudah mencoba mengembangkan sendiri.
"Tapi masih bertahap, sebagian besar masih ambil dari breeder, kalau pas puyuh yang di kandang sudah saatnya diafkir,” ujarnya.
Dia menjelaskan, ternak puyuh itu tidak mungkin tanpa tantangan sehingga harus siap menghadapi risiko. Karena kalau kurang cermat dalam perawatan kandang dan kesehatan burung, bisa berakibat fatal.
"Jadi, puyuh itu satu ekor saja yang terkena penyakit, bisa menular ke sebagian besar penghuni kandang. Sebab itu, biosekuriti kandang menjadi hal yang wajib dipenuhi," ungkapnya. (AS)