
Guru Besar Ekonomi Pertanian Sebut Indonesia 'Beyond' Swasembada Pangan (Foto: Dok. Kementan)
Radarsuara.com - Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung, Prof. Bustanul Arifin, menilai capaian Indonesia yang tidak lagi mengimpor beras pada tahun 2025 merupakan tonggak bersejarah sekaligus bukti keberhasilan pemerintah dalam menata kebijakan pangan nasional secara menyeluruh.
Menurutnya, capaian ini bukan sekadar swasembada, melainkan sudah 'beyond' swasembada pangan.
“Kalau melihat apa yang dilakukan pemerintah, saya kira sudah oke, tumbuh tinggi, tercapai swasembada. Saya katakan tadi 'beyond' swasembada,” kata Prof. Bustanul pada Rabu (22/10/2025).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas panen padi Januari–November 2025 mencapai 10,86 juta hektare (naik 12,08 persen) dengan produksi 57,60 juta ton GKG atau 33,19 juta ton beras, meningkat sekitar 4 juta ton dibanding tahun 2024. FAO juga mencatat Indonesia sebagai negara dengan peningkatan produksi padi tertinggi kedua di dunia, tumbuh 4,5 persen.
Bustanul yang merupakan President of the Asian Society of Agricultural Economists (ASAE) menjelaskan bahwa produksi pertanian meningkat karena intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi didukung dengan penggunaan teknologi, teknik pemupukan berimbang, pertanian cerdas atau smart farming, dan lainnya.
”Tahun ini kita hasilkan produktivitas rata-rata sekitar 5,3 ton per hektare. Naik dibandingkan tahun 2025 sebesar 5,29 ton per hektare. Arahnya ke depan adalah pertanian presisi yaitu pertanian yang efisien dan peningkatan akan lebih tercapai,” jelasnya.
Prof. Bustanul mengapresiasi langkah pemerintah termasuk Kementerian Pertanian (Kementan) di bawah komando Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman. Selain peningkatan produksi, ia juga menyarankan pemerintah terus melakukan upaya stabilitas harga beras.
”Langkah selanjutnya adalah stabilisasi harga beras di dalam negeri. Sehingga akses pangan pokok menjadi lebih merata dan meningkatkan kesejahteraan,” terangnya.
Terkait hal ini, Mentan Amran terus menggencarkan operasi pasar untuk menyalurkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan harga yang lebih terjangkau. Selain itu, pemerintah juga saling bersinergi untuk memperketat pengawasan harga beras hingga tingkat pengecer ataupun pedagang.
Dalam kesempatan yang sama, Bustanul memberikan komentar terhadap terobosan pemerintah menurunkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar 20 persen. Menurutnya, langkah ini perlu berjalan paralel dengan pendampingan Kementan kepada petani untuk melakukan pemupukan berimbang.
”Itu kalau sudah menurunkan harga seperti itu, bagaimana kita mampu mendampingi petani untuk melakukan pemupukan yang lebih bijaksana. Istilah sekarang namanya pupuk berimbang,” pungkasnya. (*/Adv)
Komentar
You must login to comment...Be the first comment...

Telah diverifikasi oleh Dewan Pers
Sertifikat Nomor
1134/DP-Verifikasi/K/X/2023
Berita Terpopuler

Kepuasan Petani Terhadap Kinerja Kementerian Pertanian Capai 84 Persen
Saturday, 11 October 2025 23:09 WIB
Pernah Jadi Lulusan Terbaik, Wamentan Sudaryono Ajak Penerima Beasiswa HKTI Raih Prestasi Tertinggi
Tuesday, 14 October 2025 08:49 WIB
Kementan Dorong Penyuluh Pertanian Dukung Sekolah Lapang Iklim BMKG
Sunday, 12 October 2025 14:04 WIB
Setahun Pemerintahan Prabowo, DPR Sebut Kebijakan Pangan Arahnya Tepat Sejahterakan Petani
Thursday, 16 October 2025 12:06 WIB